Monthly Archives: June 2015

Surplus dagang yang justru bikin waswas

Neraca dagang Indonesia memang surplus besar pada mei 2015. Tapi, surplus kali ini justru memberi rasa waswas karena menunjukkan kelesuan ekonomi dan industri di Tanah Air.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang bulan Mei mencatatkan surplus sebanyak US$ 955 juta. Bahkan, jika dihitung sejak awal tahun hingga Mei 2015, neraca dagang Indonesia surplus hingga US$ 3,75 miliar.

Namun, bila ditelisik lebih dalam, laju impor turun lebih dalam ketimbang ekspor, menjadi penyebab  terjadinya surplus neraca dagang kali ini.  Secara tahunan, impor kita  terkoreksi  cukup dalam, yakni 21,4% year on year menjadi US$ 11,61 miliar. Sementara nilai ekspor sekitar US$ 12,56 miliar, turun 15,24% ketimbang Mei 2014. Read the rest of this entry

Tips & Strategi Menghadapi Penurunan IHSG

Setelah sempat ‘absen’ dari peristiwa koreksi yang signifikan sepanjang tahun 2014 lalu, pada pertengahan tahun 2015 ini IHSG kembali membara. Ketika artikel ini ditulis, posisi IHSG tercatat 5,055, atau turun total 3.2% dibanding posisi awal tahun yakni 5,227. Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dll yang memang tidak begitu bagus (kita sudah berkali-kali membahasnya di website ini, coba baca lagi artikel-artikel sejak Maret lalu), maka penurunan ini sama sekali tidak mengejutkan dan sejak awal memang sudah diantisipasi. Jika tidak ada perubahan fundamental kedepannya, kemungkinan kondisi ini akan terus berlanjut, dan alhasil IHSG pada tahun 2015 ini bisa kembali ditutup turun dibanding tahun sebelumnya. Pertanyaannya, what should we do?

IHSG sebenarnya ‘secara resmi’ sudah memulai periode koreksinya sejak akhir April lalu, dimana ia tiba-tiba saja turun terus menerus dari puncaknya 5,512 hingga 5,086, yang kemungkinan karena dipicu oleh buruknya kinerja pada emiten di Kuartal I 2015. Karena penurunannya sangat signifikan (lebih dari 8% hanya dalam tempo seminggu), maka tak lama kemudian dia rebound cepat hingga sempat naik 5,300-an lagi. Tapi yah.. karena memang belum ada peristiwa apapun yang secara fundamental bisa mengubah outlook perekonomian Indonesia kedepannya (kemarin ada perubahan outlook rating dari S&P, tapi rating itu sendiri masih belum berubah), maka sangat wajar jika kemudian IHSG longsor kembali.

Dalam acara investor meeting dan gathering dengan tema ‘Strategi Investasi Menghadapi Bear Market’ yang penulis selenggarakan di Jakarta, tanggal 23 Juni lalu (ketika IHSG mengalami rebound-nya dengan naik lagi ke 5,300-an), penulis menyampaikan setidaknya tiga point utama terkait perekonomian nasional.

  1. Pertumbuhan ekonomi mulai slow down, dimana bisnis terasa lesu di segala sektor, para emiten di BEI mengalami penurunan laba, inflasi masih tinggi di level 6.9%, dan Rupiah masih lemah di level Rp13,000-an per USD.
  2. Namun demikian, kondisi ekonomi masih jauh dari krisis. Tapi jika tidak ada perubahan terkait kebijakan pemerintah dll, maka bukan tidak mungkin krisis tersebut pada akhirnya akan terjadi.
  3. Berdasarkan pengalaman, ketika perekonomian mulai menunjukkan trend slow down, maka kalaupun nantinya ada perubahan yang positif, trend tersebut tetap tidak akan langsung berbalik arah lagi dalam waktu dekat melainkan butuh waktu minimal setahunan.

Read the rest of this entry

Price Earning Ratio dan Price to Book Value

Price Earning Ratio (PER) adalah salah satu ukuran paling dasar dalam analisis saham secara fundamental. Secara mudahnya, PER adalah ‘perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan’, dimana harga saham sebuah emiten dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkan oleh emiten tersebut dalam setahun.

Karena yang menjadi fokus perhitungannya adalah laba bersih yang telah dihasilkan perusahaan, maka dengan mengetahui PER sebuah emiten, kita bisa mengetahui apakah harga sebuah saham tergolong wajar atau tidak secara real dan bukannya secara future alias perkiraan. Oke, kita langsung saja.

Menghitung PER sangat gampang, bahkan putra atau putri anda yang masih duduk di sekolah dasar pun bisa melakukannya. Yaitu dengan membagi harga saham dengan earning per share (EPS) perusahaan yang ditampilkan pada laporan keuangan terakhir perusahaan. Misalnya harga saham ADRO saat artikel ini ditulis adalah 1,990. EPS ADRO pada laporan keuangan 1Q10 adalah Rp 26.9 per saham. Karena angka 26.9 tersebut adalah EPS ADRO dalam satu kuartal (3 bulan), maka EPS-nya di-annualized-kan alias disetahunkan terlebih dahulu dengan cara dikali empat (3 bulan x 4 = 12 bulan = 1 tahun), sehingga hasilnya 26.9 x 4 = 107.6. Maka, PER ADRO adalah 1,990 dibagi 107.6, dan hasilnya adalah 19.1 kali. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa ‘harga saham ADRO adalah 19.1 kali laba bersih yang dihasilkan perusahaan’. Semakin besar nilai PER sebuah saham, maka semakin mahal saham tersebut.
Read the rest of this entry

Apa itu analisa fundamental?

  • Analisa fundamental adalah analisa yang berdasarkan kondisi riil keuangan perusahaan yang mengeluarkan saham.
  • Dengan melakukan penelitian secara langsung pada data-data perusahaan, maka dapat disimpulkan apakah saham perusahaan tersebut layak dibeli atau dijual.
  • Dalam kenyataannya data-data yang mempengaruhi kondisi keuangan suatu perusahaan sangat banyak atau bahkan tak terbatas. Sebab data-data yang mempengaruhi perusahaan tersebut bukan hanya data kondisi internal perusahaan namun juga kondisi lingkungan ataupun sentiment pasar yang mempengaruhi perusahaan, yang sangat banyak.
  • Memang faktor fundamental dalam perusahaan itu sangat banyak, namun terdapat data-data dasar yang dapat digunakan untuk mengambil kebijakan dalam membeli atau menjual saham seperti Book Value (BV), Price to Book Value (PBV), Earnings Per Share (EPS), serta Price to Earnings Ratio (PER).

1. Book Value (BV)

  • Book Value atau harga buku didefinisikan sebagai modal bersih suatu perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang diedarkannya.
  • Modal bersih yang dimaksud adalah total aset perusahaan dikurangi dengan total kewajibannya. Jadi dari BV kita bisa melihat suatu saham itu memiliki harga yang murah atau mahal dibanding harga saham yang lain. Untuk melihat hal ini dengan lebih jelas, maka digunakan perhitungan berikutnya yaitu PBV.

2. Price to Book Value (PBV)

  • Price to Book Value didefinisikan sebagai harga (pasar) suatu saham dibagi dengan book valuenya.
  • Jadi kita bisa membandingkan harga-harga saham di sektor yang sama, apabila harga PBVnya lebih rendah maka kita bisa mengatakan harga sahamnya murah walaupun harga pasarnya mahal. Memang PBV tidak memperhitungkan kinerja perusahaan tersebut ke depannya, namun setidaknya bila kita melihat PBV suatu saham yang berkinerja baik sangat murah dibanding saham-saham lain pada sektor yang sama maka harga saham itu memiliki potensi untuk naik di masa datang, sehingga layak untuk dibeli.

3. Earnings per Share (EPS)

  • Earning per share adalah laba bersih suatu perusahaan dibandingkan dengan jumlah saham yang diedarkannya.
  • Dengan demikian yang menjadi acuan bukan aset perusahaan melainkan penghasilannya. Metode ini selain bisa digunakan untuk memprediksi pergerakan harga saham bisa juga memprediksi kemungkinan nilai deviden (keuntungan yang diberikan perusahaan pada pemegang saham secara langsung (tanpa harus menjual sahamnya)) yang akan diterima oleh investor.

  Read the rest of this entry

Dollar Jeblok, Harga Minyak Dunia Sentuh Level Tertinggi Baru 2015

Harga minyak melesat ke level tertinggi baru pada pagi ini setelah melemahnya dollar AS akibat positifnya data ekonomi zona euro, meski para pejabat OPEC menyatakan akan mempertahankan pagu produksi mereka.

Patokan Amerika Serikat, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI), untuk kontrak pengiriman Juli, seperti dilansir AFP, Rabu (3/6) dini hari WIB, naik US$1,06 menjadi ditutup pada level US$61,26 per barel di New York Mercantile Exchange.

Di perdagangan London, minyak mentah Brent untuk kontrak penyerahan Juli menguat 61 sen menjadi menetap di posisi US$65,49 per barel.

Dollar tercatat kehilangan lebih dari dua persen terhadap euro, dan 0,5 persen terhadap yen, setelah angka inflasi Eropa tercatat 0,3 persen untuk periode Mei, lebih baik dari perkiraan, sehingga mengurangi ketakutan atas deflasi.

“Saya pikir hal terbesar adalah dollar. Ada korelasi pembalikkan sangat kuat dengan harga minyak. Jadi, apa pun dollar bergerak lebih rendah bisa menggerakkan pasar minyak mentah lebih tinggi,” kata Kyle Cooper, analis dari IAF Advisors.

Lonjakan harga terjadi meski masih sedikit perubahan dalam situasi kelebihan pasokan minyak mentah global.

Para pejabat dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) menyatakan akan mempertahankan tingkat produksi saat ini ketika mereka bertemu di Wina, Jumat (5/6).

Dipimpin Arab Saudi, OPEC mengimbangi penurunan tajam harga selama tahun lalu dengan peningkatan produksi, dalam apa yang beberapa kalangan meyakini adalah strategi untuk mendorong produsen biaya tinggi, terutama produsen-produsen serpih (shale) yang berbasis di Amerika Serikat, keluar dari pasar.

Ketika ditanya apakah strategi OPEC berjalan, Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi, mengatakan kepada wartawan di Wina, Senin: “Jawabannya adalah ya. Permintaan sedang meningkat. Pasokan sedang melambat. Ini adalah fakta. Pasar sedang mengalami stabilisasi.”

“Kita dapat melihat bahwa saya tidak tertekan, saya senang,” ucapnya.

Para analis terus mencermati pertemuan OPEC pada 5 Juni. Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda bahwa kartel itu akan memotong kuota produksinya pada pertemuan tersebut.

Kartel itu tetap mempertahankan kuota produksi 30 juta barel per hari pada pertemuan November tahun lalu.

Cooper mengatakan para pedagang juga memperkirakan laporan mingguan pasar minyak AS pada Rabu akan menunjukkan tanda-tanda lebih besar dari pengetatan, permintaan lebih tinggi dan produksi lebih rendah, yang akan mendukung harga lebih tinggi lagi.

Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis laporan tentang data minyak mentah pekan lalu. Para pedagang ingin menemukan lebih banyak petunjuk tentang pasar minyak mentah dari laporan tersebut.

Untuk pekan yang berakhir pada 29 Mei, pasokan minyak mentah AS turun 2,8 juta barel menjadi 479,4 juta, 86,4 juta barel lebih banyak dari setahun sebelumnya, menurut EIA. Persediaan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk kontrak AS, kehilangan 430.000 barel menjadi 60,01 juta barel. Produksi minyak mentah AS naik 304.000 barel menjadi 9,566 juta barel per hari. Read the rest of this entry

Data Ekonomi Zona Euro Positif, Dollar Langsung Terjerembab

Kurs dollar AS melemah terhadap mata uang utama lainnya pada pagi ini, setelah rilis data inflasi zona euro ternyata lebih baik dari perkiraan pasar.

Harga konsumen di 19 negara kawasan euro naik 0,3 persen tahun-ke-tahun pada April, mengalahkan ekspektasi pasar untuk inflasi 0,2 persen, kantor statistik Uni Eropa, Eurostat, mengatakan Selasa (2/6) waktu setempat, demikian laporan Xinhua, Rabu (3/6) dini hari WIB.

“Rebound” inflasi itu menimbulkan spekulasi apakah Bank Sentral Eropa (ECB) perlu melanjutkan program pembelian obligasinya, yang disebut pelonggaran kuantitatif (QE), sampai tanggal akhir yang dijadwalkan September 2016.

Para pedagang juga secara saksama memantau krisis utang Yunani, tetapi tidak ada tanda-tanda kemajuan yang jelas.

Pada akhir perdagangan di New York, euro menguat menjadi US$1,1165 dari US$1,0934 pada sesi sebelumnya, dan poundsterling naik menjadi US$1,5352 dari US$1,5203. Dollar Australia naik ke posisi US$0,7775 dari US$0,7605.

Dollar AS dibeli 124,06 yen, lebih rendah dari 124,84 yen pada sesi sebelumnya. Dollar bergerak turun ke level 0,9323 franc Swiss dari 0,9456 franc Swiss, dan melemah jadi 1,2405 dollar Kanada dari 1,2526 dollar Kanada. Read the rest of this entry