Blog Archives

Elliot Wave Count

I never enter the deal immediately after the trend breaks. In most cases, the market first makes a correction in the direction of the previous trend👇

🔸This allows you to think about the deal, calculate the lot size in accordance with the risk management, place an order in the trading terminal. It increases your Risk Reward ratio.

🔸The market gives enough time. It’s always better to miss a trade than to risk money thoughtlessly.

🔸Thus, the market “misleads” those who have not yet realized that the old trend is over. After that the market takes their money and transfers it to those who have recognized the new trend

Be on the right side of the market with the Elliott Waves.

Source : https://www.instagram.com/elliottwavecount/

Home

http://belajar-cara-membuat-website.blogspot.co.id

http://jasa-akuntansi-bandung.blogspot.com/p/jasa-akuntansi.html

Brexit Sebabkan Saham-saham AS Menurun Tajam

Saham-saham Amerika Serikat (AS) berakhir turun tajam pada Jumat (24/6/2016), mengikuti kekacauan global setelah Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa dalam sebuah referendum bersejarah.

Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 611,21 poin atau 3,39% menjadi ditutup pada 17.399,86. S&P 500 merosot 76,02 poin atau 3,60% menjadi berakhir di 2.037,30, dan indeks komposit Nasdaq anjlok 202,06 poin atau 4,12% menjadi 4.707,98.

Kubu “Tinggalkan” memenangkan referendum Brexit Inggris pada Jumat pagi dengan mendapatkan hampir 52% suara, menarik negara itu keluar dari blok 28 negara Uni Eropa (UE) setelah menjalani keanggotaan selama 43 tahun. Read the rest of this entry

Berdebar menanti kabar dari Inggris

Hari ini, masyarakat Inggris akan menentukan masa depannya. Inggris menggelar referendum menentukan status keanggotaan di Uni Eropa: tetap bergabung atau memilih hengkang dari blok ini alias British Exit (Brexit).

Jajak pendapat terakhir menunjukkan posisi imbang antara suara yang ingin keluar maupun bertahan di Uni Eropa. Beberapa poling mengunggulkan Inggris tetap masuk Uni Eropa dengan selisih tipis.

Yang jelas, sebagian besar pelaku pasar mengkhawatirkan Inggris keluar dari Uni Eropa karena bisa menekan ekonomi dunia. Itu sebabnya, para ekonom, lembaga ekonomi internasional  dan pemimpin dunia menentang Brexit.

Prediksi Dana Moneter Internasional (IMF), Brexit ibarat penghilangan nutrisi ekonomi dunia. Brexit bakal membawa ekonomi Inggris ke jurang resesi.

Proyeksi IMF, ekonomi Inggris akan merosot hingga 5,5% sampai 2019. “Kondisi perdagangan dan investasi global akan terpuruk karena ada ketidakpastian politik dunia,” tulis IMF seperti dilansir The Guardian, kemarin.

Sebagai negara berekonomi kelima terbesar dunia, Inggris  bakal kehilangan pertumbuhan ekonomi 0,5% di tahun ini. Jika keluar dari Uni Eropa, Inggris harus melakukan negosiasi ulang dengan 27 negara anggota lain di kawasan ini. Read the rest of this entry

Merespons Rencana Stimulus ECB, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Saham di bursa Amerika Serikat turun tajam pagi ini, mengikuti pasar ekuitas Eropa yang anjlok setelah rencana stimulus Bank Sentral Eropa (ECB) mengecewakan para investor.

Pelemahan pasar ekuitas AS tidak separah di Paris atau Frankfurt, yang keduanya jatuh 3,6 persen, namun Wall Street menyelesaikan perdagangan Kamis di zona merah.

Dow Jones Industrial Average melorot 252,01 poin (1,42 persen) menjadi 17.477,67, demikian laporan AFP, di New York, Jumat (4/12) dini hari WIB.

Indeks berbasis luas, S&P 500, turun 29,89 (1,44 persen) menjadi 2.049,62, sedangkan Nasdaq Composite Index menyusut 85,70 (1,67 persen) dan ditutup pada posisi 5.037,53.

ECB, dalam pertemuan kebijakan moneter terakhirnya pada tahun ini, menurunkan suku bunga deposito lebih kecil dari ekspektasi, dan memperpanjang berakhirnya periode program pembelian obligasi, namun tidak meningkatkan ukurannya sesuai harapan.

“Pengumuman hari ini oleh ECB membuat investor menginginkan sedikit sentimen lagi,” ujar Jack Ablin, Chief Investment Officer BMO Private Bank.

Sementara, itu Institute for Supply Management mengatakan indeks pembelian manajer untuk sektor jasa AS turun tajam pada periode November, menyusul pertumbuhan yang kuat sepanjang Oktober.

Data tersebut dirilis menjelang laporan ketenagakerjaan untuk November yang bakal diumumkan Departemen Tenaga Kerja AS hari ini.

Saham yang terkait minyak melanjutkan pelemahan, termasuk anggota Dow, ExxonMobil dan Chevron, yang masing-masing turun 1,4 dan 1,6 persen. Apache anjlok 3,3 persen dan ConocoPhillips menyusut 1,8 persen. Penurunan ekuitas yang terkait dengan minyak terjadi di tengah penguatan harga minyak mentah dunia, pagi ini.

Saham perusahaan health care dan farmasi juga berakhir di teritori negatif, dengan UnitedHealth Group turun 2,2 persen, Merck (-2,3 persen) dan Celgene (-4,4 persen).

PVH, induk dari merek Calvin Klein dan Tommy Hillfiger, berkurang 11,1 persen setelah melaporkan pendapatan kuartal ketiga turun 1,7 persen menjadi US$221,9 juta. PVH mengatakan mencatatkan hasil yang kurang menggembirakan di pasar AS sepanjang belanja musim liburan.

Produsen chip, Avago Technologies, melambung 9,5 persen etelah melaporkan net income untuk kuartal yang berakhir pada 1 November sebesar US$429 juta, melonjak 79 persen dari periode yang sama setahun lalu.

General Electric naik tipis 0,2 persen menyusul pemberitaan telah mencapai kesepakatan untuk menjual bisnis equipment finance dan receivable finance di Prancis dan Jerman kepada Banque Federative du Credit Mutuel. Read the rest of this entry

IMF akhirnya sepakat yuan masuk keranjang SDR

Dewan eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF), akhirnya menyetujui masuknya mata uang China, yuan atau renminbi (RMB) dalam keranjang Special Drawing Rights (SDR)-nya sebagai mata uang cadangan internasional.

Dewan IMF, yang mewakili 188 negara anggota dana, memutuskan bahwa RMB memenuhi seluruh kriteria yang ada.

“RMB akan dimasukkan dalam keranjang SDR sebagai mata uang kelima, bersama dengan dollar AS, euro, yen Jepang dan pound Inggris, mulai 1 Oktober 2016,” kata IMF dalam sebuah pernyataanya.

Christine Lagarde, Direktur Pelaksana IMF, mengatakan, keputusan dewan adalah tonggak penting dalam integrasi ekonomi China ke dalam sistem keuangan global. “Ini juga merupakan pengakuan atas kemajuan bahwa pemerintah China dalam beberapa tahun terakhir telah banyak berbuat dalam mereformasi sistem moneter dan keuangan China,” katanya. Read the rest of this entry

Kegagalan Yunani Mengenali Populisme Semu

“Two opposite towards the Greeks are common at the present day. One, as the inventors all that is best, and as men of superhuman genius whom the moderns cannot hope to equal. The other attitude… maintains that most of their contributions of thought are now best forgotten.”

Kalimat di atas bukanlah dikutip dari sumber media massa saat ini, di mana bangsa Yunani pada Minggu (5/7/2015) berbondong-bondong menuju bilik suara untuk berpartisipasi dalam referendum yang akan menentukan nasib negara akar filsafat Barat itu ke depan.

Namun, kalimat yang ditulis dalam buku “History of Western Philosophy” oleh Bertrand Russel pasca-Perang Dunia II itu dinilai masih terasa relevan dengan kondisi perekonomian Yunani yang karut marut seperti sekarang ini.

Sebagaimana telah banyak diulas di berbagai pemberitaan, negara dengan populasi sekitar 11 juta orang itu harus memilih antara “Ya” guna mengikuti aturan pengetatan anggaran yang diajukan Uni Eropa, atau “Tidak”.

Mengapa aturan pengetatan anggaran yang diajukan Uni Eropa menjadi penting? Hal itu karena kondisi Yunani sekarang telah bangkrut akibat selama bertahun-tahun hidup dengan anggaran yang berbasis utang dari luar negeri.

Kantor berita AFP memberitakan, di Yunani sendiri suara masyarakat juga terpecah secara tajam menjadi dua belah pihak, antara yang memilih Ya (menyetujui syarat Uni Eropa), dengan yang memilih Tidak (dengan konsekuensi Yunani dapat keluar dari Uni Eropa).

Seorang pengusaha jam tangan, Nikos Vichos (62) memutuskan memilih Ya karena kepemimpinan pemerintahan Yunani saat ini yang menolak renegosiasi pemberian bantuan dari Uni Eropa membuat kondisi bisnis menjadi tidak pasti dan dirinya telah memotong gaji para pekerjanya agar bisnisnya bisa bertahan.

Sedangkan seorang pengangguran, Yanis (29) menyatakan memilih Tidak karena menilai hanya itulah satu-satunya cara agar Yunani terbebas dari krisis ekonomi yang telah melanda negara tersebut selama enam tahun terakhir. “Solusinya berada di luar Uni Eropa dan (mata uang) euro,” katanya sebagaimana dikutip AFP.

Berbeda dengan Yanis, seorang pensiunan Giorgos Trentsios (66) mengemukakan bahwa bila Yunani ke luar dari euro dan kembali ke drachma (mata uang lama Yunani), maka kondisinya akan semakin memburuk. “Saya tidak mau masa depan cucu saya hancur. Mereka punya hak untuk hidup secara normal,” katanya.

Namun senada dengan Yanis, seorang guru Corina Iliadou (50) mengatakan memilih Tidak antara lain karena untuk kebanggaan nasional.

Populisme Kebanggaan nasional merupakan salah satu retorika yang digunakan Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras saat ini, yang berasal dari partai Syriza yang berhaluan populisme kiri ekstrem.

Populisme itu sendiri dapat diartikan sebagai doktrin politik yang menekankan kepada kepentingan rakyat kebanyakan tetapi rata-rata hanya menawarkan orasi retorika belaka atau mengajukan proposal yang tidak realistis.

Sebagai sebuah partai ekstrem kiri yang populis, Syriza memiliki landasan program yang mengedepankan “rakyat” dalam retorika mereka serta kampanye yang menitikberatkan kepada “Kita/rakyat melawan mereka/kaum mapan”.

Namun, retorika seperti “kebanggaan nasional” dan “semua untuk rakyat” yang kerap digunakan para politisi populis tidak hanya terbatas pada kiri ekstrem, tetapi juga partai kanan ekstrem populis di Yunani seperti partai Fajar Keemasan (“Golden Dawn”).

Sebagai partai ekstrem kanan yang populis, “Golden Dawn” mengajukan usulan untuk menganeksasi kawasan di Albania dan Turki, termasuk kota Istanbul dan Izmir yang saat ini berada di dalam kedaulatan Turki, karena secara historis kota itu dahulunya berada di bawah kekuasaan Yunani.

Dalam hal referendum untuk setuju atau tidak sepakat dengan pengajuan persyaratan pengetatan anggaran Yunani yang diajukan Uni Eropa, baik Styriza maupun “Golden Dawn” sama-sama memainkan kartu populisme dengan mengedepankan bahwa Uni Eropa adalah sang kolonialis atau teroris (seperti diucapkan Menkeu Yunani Yanis Varoufakis).

Mereka mengambil alih ketakutan dari masyarakat Yunani bahwa dengan menyetujui persyaratan pengetatan anggaran, Yunani akan semakin menderita di bawah tekanan Uni Eropa. Mereka seakan-akan lupa bahwa Yunani selama beberapa tahun terakhir praktis hidup berdasarkan dana talangan yang diberikan oleh Uni Eropa.

Sosok utama yang mengemuka di tengah populisme semu yang merebak di Yunani saat ini tidak lain adalah sang Perdana Menteri, Alexis Tsipras.

Sebagaimana dikutip dari kantor berita AFP, lima bulan setelah menjadi kepala pemerintahan, Alexis Tsipras kerap membuat berbagai pihak baik di Yunani maupun di seluruh Eropa bertanya-tanya.

Tsipras dinilai sebagai seorang pakar strategi dalam memainkan gertakan kepada kreditor Yunani dengan memberikan kata akhir kepada rakyat melalui referendum. Namun yang lain menilainya berbeda.

Tsipras membantah bahwa dirinya sedang memainkan tarik ulur terhadap masa depan Yunani, dan menegaskan bahwa kemenangan “Tidak” dalam referendum akan memperkuat Yunani dalam negosiasi dengan Eropa.

Perdana Menteri juga menyatakan bahwa pembahasan mengenai “Grexit” (keluarnya Yunani dari Uni Eropa) hanyalah permainan menakuti-nakuti yang digunakan lawannya.

Menurut AFP, Tsipras telah menjadi sosok pemberontak sejak dahulu. Pada usia 17 tahun dia memimpin aksi demonstrasi untuk memperjuangkan hak murid agar memutuskan sendiri apakah mereka memilih masuk ke kelas atau membolos.

Hingga 23 tahun kemudian, Tsipras juga masih memegang teguh pergolakan dalam dirinya dan menyatakan kepada masyarakat Yunani untuk memilih Tidak karena, “Rakyat harus memutuskan bebas dari segala macam ancaman”.

Apapun idealisme yang dipegang oleh Tsipras, kepemimpinannya yang menekankan kepada kebanggaan rakyat Yunani juga telah mengakibatkan kepanikan yang terindikasi dengan banyaknya orang yang menyerbu ATM untuk mengambil uang tunai mereka dari bank.

Menkeu Yanis Varoufakis menyatakan bahwa pemerintahan pimpinan Tsipras akan mengundurkan diri bila yang menang adalah kelompok “Ya” Indonesia Indonesia sendiri dinilai tidak akan bernasib sama seperti Yunani yang saat ini mengalami kebangkrutan dan mendapatkan status “default” atau gagal bayar utang dari berbagai lembaga keuangan multilateral seperti IMF, kata Staf Khusus Kementerian Keuangan Arif Budimanta.

“Indonesia tak akan bangkrut seperti Yunani,” kata Arif Budimanta dalam diskusi yang digelar Humas MPR sebagaimana disampaikan dalam rilis MPR RI yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/7).

Arif yang merupakan mantan anggota MPR/DPR dari Fraksi PDIP itu membandingkan utang Yunani yang sudah mencapai 200 persen lebih, sedang utang Indonesia masih 25 persen.

Selain itu, ujar dia, defisit fiskal Yunani mencapai 60 persen, sedang Indonesia kurang dari 1,9 persen. “Dari sisi pertumbuhan ekonomi kita positif sedang Yunani negatif,” ujarnya.

Untuk itu, ia mengajak berbagai pihak untuk optimistis dan tidak perlu ada ketakutan apalagi kebijakan pemerintah selama ini diakui pro-rakyat.

Arif mengemukakan, hal tersebut dapat dilihat antara lain dari politik anggaran yang berpihak pada pembangunan desa. Anggaran desa naik dari Rp9,7 triliun tahun sebelumnya menjadi Rp21 triliun pada tahun ini.

Sebelumnya, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menuturkan Indonesia kini masih jauh dari krisis ekonomi seperti yang pernah terjadi pada 1998 akibat melemahnya mata uang rupiah.

“Kalau dilihat angka sepertinya sudah dekat, dulu Rp15.000 sekarang kita sudah Rp13.400. Meskipun angkanya mirip, tetapi situasinya sangat berbeda,” ujar dia di Jakarta, Kamis (2/7).

Pada 1998, kata dia, inflasi mencapai 78 persen karena rupiah melemah sehingga orang-orang berlomba menarik dana dari perbankan dalam bentuk tunai dan BI mencetak uang dalam jumlah besar.

Sedangkan sekarang, Tony mengatakan inflasi “year on year” sebesar 7,15 persen, jauh dibanding pada 1998.

Selanjutnya, suku bunga deposito pada 1998, tutur dia, mencapai 60 hingga 70 persen sehingga bunga deposito lebih tinggi dari bunga kredit yang hanya 24 persen.

“Akibatnya terjadi ‘negatif spread’, maka bank-bank kolaps, termasuk bank-bank besar pemerintah. Sedangkan sekarang tidak ada bank yang kolaps. Jadi kondisi 1998 jauh lebih dahsyat jeleknya dibandingkan 2015,” katanya.

Sementara itu, Bank Indonesia menilai dampak krisis di Yunani terhadap kondisi perekonomian Indonesia relatif tidak besar karena selain sudah dapat diantisipasi juga disebabkan membaiknya fundamental ekonomi domestik.

“Kita lihat sebetulnya dampak Yunani ke Indonesia di saat ini tidak besar, malah Yunani yang sudah makin timbulkan risk on dan risk off dunia, ada unsur price in juga. Negara Eropa percaya kalau dampak Yunani pun dapat diantisipasi,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (1/7).

Gubernur BI juga menuturkan, pihaknya selalu mengikuti perkembangan terbaru terkait kondisi perekonomian Yunani dan pihaknya merasa prihatin dengan apa yang terjadi di negara tersebut.

Agus mengingatkan pentingnya untuk terus memantau dan memerhatikan perkembangan ekonomi dunia seperti normalisasi kebijakan The Fed, pelemahan ekonomi Tiongkok, dan kondisi ekonomi Eropa, serta dampaknya terhadap ekonomi di Tanah Air.

“Ternyata di Indonesia saat ini harus diakui fundamentalnya cukup baik dari dua tahun lalu dan inflasi juga terjaga,” kata Agus.

Meski secara fundamental perekonomian Indonesia dinilai baik, tetapi pemerintah juga harus benar-benar bisa mengantisipasi efek dari referendum Yunani, apakah hasil yang akan muncul sebagai pemenang itu kelompok “Ya” atau “Tidak”.

Namun, hal yang terpenting adalah bagaimana agar populisme semu seperti terindikasi terjadi di Yunani juga tidak lolos ke dalam kancah perpolitikan Indonesia yang baru memasuki masa reformasi pada akhir abad ke-20.

Read the rest of this entry

Yunani Bangkrut, Wall Street Masih Bisa Naik Tipis

Bursa Wall Street di Amerika Serikat (AS) berhasil ditutup positif, setelah perdagangan berjalan naik-turun, karena investor berharap Yunani bisa menyelesaikan pembayaran utangnya kepada International Monetary Fund (IMF).

Namun ternyata, Yunani tidak sepakat dengan krediturnya di Eropa, untuk penarikan utang baru. Alhasil, Yunani dinyatakan gagal bayar (default) terhadap uang IMF yang nilainya 1,6 miliar euro (US$ 1,8 miliar) atau sekitar Rp 22 triliun. Utang ini jatuh tempo 30 Juni 2015.

“Saya pikir, dia (Tsipras) sedikit menantang dan arogan, dan dia sudah keterlaluan. Yunani masih membuat pelaku pasar saham gugup,” jelas Analis, Kenny Polcari, dilansir dari Reuters, Rabu (1/7/2015).

Perusahaan-perusahaan di AS memiliki hubungan yang kecil dengan Yunani. Namun investor saham khawatir efek apa yang akan terjadi di Eropa, bila Yunani keluar dari Uni Eropa. Read the rest of this entry

Dollar Jeblok, Harga Minyak Dunia Sentuh Level Tertinggi Baru 2015

Harga minyak melesat ke level tertinggi baru pada pagi ini setelah melemahnya dollar AS akibat positifnya data ekonomi zona euro, meski para pejabat OPEC menyatakan akan mempertahankan pagu produksi mereka.

Patokan Amerika Serikat, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI), untuk kontrak pengiriman Juli, seperti dilansir AFP, Rabu (3/6) dini hari WIB, naik US$1,06 menjadi ditutup pada level US$61,26 per barel di New York Mercantile Exchange.

Di perdagangan London, minyak mentah Brent untuk kontrak penyerahan Juli menguat 61 sen menjadi menetap di posisi US$65,49 per barel.

Dollar tercatat kehilangan lebih dari dua persen terhadap euro, dan 0,5 persen terhadap yen, setelah angka inflasi Eropa tercatat 0,3 persen untuk periode Mei, lebih baik dari perkiraan, sehingga mengurangi ketakutan atas deflasi.

“Saya pikir hal terbesar adalah dollar. Ada korelasi pembalikkan sangat kuat dengan harga minyak. Jadi, apa pun dollar bergerak lebih rendah bisa menggerakkan pasar minyak mentah lebih tinggi,” kata Kyle Cooper, analis dari IAF Advisors.

Lonjakan harga terjadi meski masih sedikit perubahan dalam situasi kelebihan pasokan minyak mentah global.

Para pejabat dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) menyatakan akan mempertahankan tingkat produksi saat ini ketika mereka bertemu di Wina, Jumat (5/6).

Dipimpin Arab Saudi, OPEC mengimbangi penurunan tajam harga selama tahun lalu dengan peningkatan produksi, dalam apa yang beberapa kalangan meyakini adalah strategi untuk mendorong produsen biaya tinggi, terutama produsen-produsen serpih (shale) yang berbasis di Amerika Serikat, keluar dari pasar.

Ketika ditanya apakah strategi OPEC berjalan, Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi, mengatakan kepada wartawan di Wina, Senin: “Jawabannya adalah ya. Permintaan sedang meningkat. Pasokan sedang melambat. Ini adalah fakta. Pasar sedang mengalami stabilisasi.”

“Kita dapat melihat bahwa saya tidak tertekan, saya senang,” ucapnya.

Para analis terus mencermati pertemuan OPEC pada 5 Juni. Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda bahwa kartel itu akan memotong kuota produksinya pada pertemuan tersebut.

Kartel itu tetap mempertahankan kuota produksi 30 juta barel per hari pada pertemuan November tahun lalu.

Cooper mengatakan para pedagang juga memperkirakan laporan mingguan pasar minyak AS pada Rabu akan menunjukkan tanda-tanda lebih besar dari pengetatan, permintaan lebih tinggi dan produksi lebih rendah, yang akan mendukung harga lebih tinggi lagi.

Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis laporan tentang data minyak mentah pekan lalu. Para pedagang ingin menemukan lebih banyak petunjuk tentang pasar minyak mentah dari laporan tersebut.

Untuk pekan yang berakhir pada 29 Mei, pasokan minyak mentah AS turun 2,8 juta barel menjadi 479,4 juta, 86,4 juta barel lebih banyak dari setahun sebelumnya, menurut EIA. Persediaan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk kontrak AS, kehilangan 430.000 barel menjadi 60,01 juta barel. Produksi minyak mentah AS naik 304.000 barel menjadi 9,566 juta barel per hari. Read the rest of this entry

Data Ekonomi Zona Euro Positif, Dollar Langsung Terjerembab

Kurs dollar AS melemah terhadap mata uang utama lainnya pada pagi ini, setelah rilis data inflasi zona euro ternyata lebih baik dari perkiraan pasar.

Harga konsumen di 19 negara kawasan euro naik 0,3 persen tahun-ke-tahun pada April, mengalahkan ekspektasi pasar untuk inflasi 0,2 persen, kantor statistik Uni Eropa, Eurostat, mengatakan Selasa (2/6) waktu setempat, demikian laporan Xinhua, Rabu (3/6) dini hari WIB.

“Rebound” inflasi itu menimbulkan spekulasi apakah Bank Sentral Eropa (ECB) perlu melanjutkan program pembelian obligasinya, yang disebut pelonggaran kuantitatif (QE), sampai tanggal akhir yang dijadwalkan September 2016.

Para pedagang juga secara saksama memantau krisis utang Yunani, tetapi tidak ada tanda-tanda kemajuan yang jelas.

Pada akhir perdagangan di New York, euro menguat menjadi US$1,1165 dari US$1,0934 pada sesi sebelumnya, dan poundsterling naik menjadi US$1,5352 dari US$1,5203. Dollar Australia naik ke posisi US$0,7775 dari US$0,7605.

Dollar AS dibeli 124,06 yen, lebih rendah dari 124,84 yen pada sesi sebelumnya. Dollar bergerak turun ke level 0,9323 franc Swiss dari 0,9456 franc Swiss, dan melemah jadi 1,2405 dollar Kanada dari 1,2526 dollar Kanada. Read the rest of this entry

Euro tergilas ke level terlemah 9 tahun

Euro tergilas oleh dollar Amerika Serikat ke level terlemah dalam 9 tahun hari ini, Senin (5/1). Nilai euro tergerus tertekan spekulasi bahwa bank sentral Eropa (ECB) akan mengucurkan lebih banyak stimulus.

Kurs euro yang digunakan 18 negara ini merosot 0,3% ke US$ 1,1972 pada pukul 9:48 waktu Tokyo, setelah menyentuh level terendah sejak Maret 2006. Sementara itu, dollar AS juga menguat terhadap dollar Selandia Baru dan ringgit Malaysia, sementara melemah terhadap yen Jepang. Read the rest of this entry